Lagi-lagi aku harus menyulam air mata ke dalam sajak tanpa warna
Hatiku pedih nyeri merasai siksa yang menghapus pesona
Puisiku mendidih dipanasi diksi tak berpena
Apa?!
Gerangan apa yang merasukimu, hai nona!
Kemarin merangkaikan bingkai di hatiku jadi merona
Kini memakaikan bangkai dalam diriku jadi merana
Jiwaku meredup suram berangsur padam
Duka-duka yang kelam, gelapnya menyiksa dendam
Luka-luka merajam sakitnya tak teredam
Kau, kata dan sikapmu
Tajam belati menyayat memayat laras hati
Kejam tak henti melumat tamat paras melati
Pula tak lupa pilu pilu yang memalu tanpa malu
Kelu sembilu melulu jadi benalu
Lalu ngilu selalu bertalu
Terlalu!
Aduhai...
Kau yang namanya pernah kusebut
Kini menderaikan dera duri-duri yang tak tercabut
Kau yang senyumnya dulu kusambut
Kini serupa seringai tak berperangai bangsa lelembut
Dasar kau,
Masuk-menelusuk-menusuk!
Merasuk-merusak-tulang rusuk!
Nona perawan!
Parasmu rupawan hatimu tak menawan
Yang kuanggap bidadari nyatanya berduri
Bidadari berduri
pura-pura merupa peri
Tidak ada komentar:
Posting Komentar