Tatkala sabar tak kau miliki...
apa engkau menghadap-NYA ?
Tatkala sabar tak kau miliki...
Tak pernah ku hiraukan ucapan mereka
Entah Seberat Apa Hidupnya
Biarlah angin berhembus pada jalanan itu.
Dengan air mata yang masih menggantung pada kelopak matanya Terlihat seorang wanita menangis dalam perjalanan. Entah seberat apa hidupnya. Biarlah air mata itu tersapu dengan angin yang menerpa dirinya. Ia berteriak, ia ketakutan, ia merangkul dirinya sendiri. Terlihat membiru jari-jemarinya. Entah seberat apa hidupnya.
Aku cinta habis-habisan padamu
tak guna nasihatiku
aku mabuk racun cinta
tak guna lagi obat
apa gunanya merantai kakiku
padahal yang gila hatiku
Sungguh,
kita berada pada sebuah keadaan
yang kian renggang Merambat
dalam sebuah pertengkaran tak tentu arah
Kita terhenti pada kondisi hati yang telah mati
Menyerah pada keadaan kemudian hilang janji Dan lalu,
mimpi mengakar semakin dalam
Mengubur segala harap tentang apa yang kita jaga
kini hilang makna Setelah sekian lama
aku berjuang menjaga rasa
agar aku kau terawat dalam kata kita
Saat itu pula kita masih terikat dalam sebuah janji
yang Namun disepakati kita adalah kesementaraan yang terlanjur nyaman
dalam sebuah ikatan Waktu waktu terlewati
dan kita hanya menjadi kekasih yang paling Bertahan dalam kata
kita meski nyatanya sudah tidak bisa Harap menyatu
harap telah berpergian kini telah sampai pada akhir tujuan
dengan kita yang sudah tidak satu impian Berjuang melawan segala sangka
dalam kita masih berjalan meski aku sudah ada yang terjalin
Merangkai segala cerita seolah dintara kita baik baik saja
Nyatanya hati tak mampu menyembunyikan kecewanya
Tumpah segala tangis dalam debat hebat
hingga ego saling memuncak Keputusan
bukanlah keinginan dan segala jawaban atas pertanyaan
bukanlah kesungguhan
Biarlah kita pulang dengan senyum
senyum terpaksa atas doa doa yang belum terlaksana
Dan kita adalah kisah yang belum selesai membawa kabar bahagia.
Saat sang angin mulai membisikkan tentangnya
Namun aku tak pernah tahu apa maksudnya
Seakan menyentuh, sampai menusuk relung kalbu
Hingga membuat hati ini menjadi bisu
Namun, entah apa isi bisikan angin itu
Yang ku harap hanyalah berita kesenangan
Tanpa disertai dengan kedukaan dalam hati
Namun, nyatanya bukan itu maksud dari sang angin
Hingga rasa gelisah pun mulai tertanam pada hati dengan seketika
Dan membuat penat bertanya
Kala hujan di sore itu..
Ketika kita sedang bersama
Tertawa dengan riang, serta menikmati rintikan demi rintikannya
Hingga membuat perasaan ini menjadi tenang
Hujan di sore itu....
Mampu menghapus air mata yang jatuh pada kita
Hingga mengubahnya menjadi kebahagiaan
Kebahagiaan yang sangat indah
Pada setiap rintikannya begitu sangat bermakna
Maknanya begitu dalam
Hingga sangat sulit untuk dikatakan
Ketika mereka mulai menjauhi diriku
Aku hanya bisa menatap punggungnya
Lalu berkata, "Bertahanlah"
berapa lama lagi aku bisa bertahan?
Sebab semakin lama membuatku semakin sakit
Semakin sulit untuk ku sembunyikan
Layaknya ditarik hingga ke dasar samudera
Hingga nafasku pun habis sudah
Terpikir, untuk ku menyerah
Sebab seberapa pun besar usaha yang ku lakukan
Tetap mereka tak akan lagi memandang ku
Diriku layaknya udara
Yang ada namun tak dapat terlihat
Tak seindah kemarin
Pagi haripun terasa pilu
Masih terngiang di telingaku
Derap langkah pergimu
Masih tercetak jelas tapak kakimu dipasir pantai itu
Seakan ombak pun enggan untuk datang menyapunya
Pilu yang datang menyiksaku
Perlahan alunkan tangis di pipi
Lambayan tanganmu
Membawaku kembali mendekat
Ku harap, mengajakku kembali bermanja
Namun, waktu membawa ragu
Menjauhkan dirimu
Membawa sendu